PCNU dan Lembaga Pendidikan Keagamaan Wonosobo Tolak Kebijakan 5 Hari Sekolah

Kebijakan 5 Hari Sekolah

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Wonosobo bersama sejumlah lembaga pendidikan keagamaan menolak usulan kebijakan 5 hari sekolah untuk jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Penolakan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi D DPRD Wonosobo yang membidangi masalah Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat.

Penolakan usulan 5 hari sekolah tidak hanya datang dari PCNU, tetapi juga dari Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Badan Koordinasi Lembah Pendidikan Alquran (Badko LPQ), Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP), Koordinator Tilawati dan Qiroati, Koordinator Lajnah Muroqobah Yanbu’a, Lembaga Pendidikan Ma’arif, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), serta 15 pengurus MWC NU se-Kabupaten Wonosobo. Pengurus Daerah (PD) Rifa’iyyah Kabupaten Wonosobo juga menyatakan penolakan yang sama.

Sementara itu, Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah setempat bersikap lebih fleksibel dan siap menerima kebijakan baik 5 hari maupun 6 hari sekolah.

Dalam RDP yang digelar di Ruang Banggar DPRD Wonosobo pada Rabu (6/8/2025) tersebut, Ketua PCNU Wonosobo KH Abdurrahman Effendi didampingi Ketua FKDT K Ahmad Mansur secara resmi menyerahkan dokumen penolakan usulan 5 hari sekolah kepada Ketua Komisi D DPRD Suwondo Yudhistiro. Dokumen tersebut ditandatangani oleh Ketua PCNU, Ketua MWC NU, dan seluruh pimpinan lembaga pendidikan keagamaan.

Ketua PCNU Kabupaten Wonosobo KH Abdurrahman Effendi menjelaskan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan, usulan 5 hari sekolah di jenjang SD/MI dan SMP/MTs tidak tepat untuk diterapkan di daerahnya. “Sebab, melalui usulan itu, selama 5 hari, siswa-siswi akan pulang sekolah menjelang sore di mana anak-anak waktunya harus untuk kegiatan mengaji di madrasah diniyah maupun TPQ. Waktu libur sekolah 2 hari pun akan lebih banyak dimanfaatkan anak-anak untuk main gadget,” sebutnya.

Di sisi lain, Ketua PGRI Kabupaten Wonosobo Suratman mengemukakan alasan di balik usulan tersebut. Menurutnya, kebijakan serupa sudah diterapkan di beberapa daerah lain dan berjalan dengan baik. Selain itu, kebijakan 5 hari sekolah/kerja sudah diterapkan di SMA/SMK dan ASN non guru di lingkungan pemerintah daerah.

“Dasar pemikiran kami mengusulkan kebijakan 5 hari sekolah adalah efisiensi dan efektivitas kerja guru dan tenaga kependidikan. Matching pengendalian kontrol dan peningkatan kesejahteraan guru. Kami juga telah melakukan studi tiru dan survei dimana hasilnya bisa diterima semua pihak,” tandas Suratman.

Menanggapi perbedaan pandangan tersebut, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Wonosobo, Suwondo Yudhistiro, menegaskan bahwa RDP digelar agar tidak terjadi polemik dalam pengambilan kebijakan. Namun, hasil forum menunjukkan mayoritas tetap menghendaki sistem 6 hari belajar di SD/MI maupun SMP/MTs.

“Masyarakat Wonosobo memiliki kultur religius. Anak-anak masih harus mengaji setelah sekolah. Jika jam belajar formal diperpanjang, anak-anak akan mengalami kelelahan. Maka, pertimbangan utama adalah aspek sosial dan kultural masyarakat di sini,” kata Suwondo.

Dengan hasil forum ini, Suwondo menyatakan bahwa perdebatan 5 atau 6 hari sekolah dinyatakan telah selesai dan tidak perlu diperpanjang lagi. Dia mengajak semua pihak kini untuk fokus meningkatkan kualitas pendidikan di Wonosobo secara menyeluruh.

error: Content is protected !!