Kisah Doyok dan Kadir: Komedian Termahal yang Selalu Menolak Tiga Jenis Acara

Estimated read time 4 min read

Generasi tahun 90-an tentu sangat mengenal sosok Doyok dan Kadir, dua komedian legendaris yang menghiasi layar kaca dengan lawakan khas mereka. Bukan hanya terkenal di zamannya, Doyok dan Kadir juga termasuk dalam jajaran komedian termahal pada masanya. Selain menjadi bagian dari grup komedi terkenal Srimulat, mereka berhasil memperluas karier di dunia akting, dengan sering tampil di sinetron dan film sejak era 1980-an.

Dalam wawancaranya di acara FYP di Trans7, Doyok mengungkapkan bahwa kesuksesan mereka saat itu sangat tergantung pada keputusan produser yang memilih mereka untuk berbagai proyek besar. “Alhamdulillah tergantung produser,” ungkap Doyok merendah.

Namun, meskipun berada di puncak popularitas, Doyok dan Kadir memiliki prinsip unik dalam menerima tawaran acara. Mereka dengan tegas menolak tiga jenis acara, yaitu ulang tahun anak-anak, acara pernikahan orang Tionghoa, dan reuni. Penolakan ini bukan tanpa alasan, karena menurut Doyok, ketiga acara tersebut dianggap tidak ideal untuk melawak.

Tiga Acara yang Selalu Ditolak

Dalam wawancaranya, Doyok dan Kadir menjelaskan alasan di balik penolakan mereka terhadap ketiga jenis acara tersebut. Mereka menilai, acara ulang tahun anak-anak sulit karena materi komedi yang biasa mereka bawakan tidak relevan dengan usia audiens. “Kalau ulang tahun anak-anak, bahannya apa? Anak-anak kan yang ulang tahun,” jelas Doyok.

Begitu juga dengan acara reuni, terutama reuni sekolah yang jarang memperhatikan hiburan. “Kalau reuni itu, umpama SMA 20 tahun nggak ketemu, mereka yang datang nggak nonton lawak, mereka ngobrol masing-masing,” tambahnya.

Sedangkan untuk acara pernikahan orang Tionghoa, Doyok menjelaskan bahwa situasinya sering tidak mendukung lawakan, karena perhatian audiens teralihkan oleh hidangan yang tidak berhenti disajikan sepanjang acara. “Di acara pernikahan Tionghoa, makanan kan nggak pernah berhenti. Nyanyi selagu, masuk, langsung pulang, nggak dianggap,” ungkapnya.

Menurut Doyok dan Kadir, melawak di depan orang banyak tanpa mendapat perhatian selama lebih dari lima menit adalah masalah besar bagi seorang pelawak. Ini menjadi alasan utama mengapa mereka menghindari acara-acara tersebut, meskipun di sisi lain mereka sebenarnya membutuhkan pekerjaan pada saat itu.

Popularitas dan Cobaan Hidup

Kesuksesan Doyok dan Kadir di dunia hiburan tidak datang tanpa tantangan. Pada awal 2000-an, Kadir mengalami masalah kesehatan yang serius. “Benar (disebut paling mahal) waktu itu. 2001 sampai 2006 saya kena (sakit) jantung kan, itu nggak kerja karena sakit,” kenang Kadir. Akibatnya, Kadir harus menjual aset-aset berharga seperti mobil, perhiasan, dan bahkan rumahnya untuk biaya pengobatan.

“Saya pertama itu aset mobil habis, semua perhiasan istri habis. Saya naik Karimun ke mana-mana, kecil, bekas lagi. Habis itu, saya jual rumah di kampung dua, masih kurang saya jual (aset) di Tambun juga, yang terakhir itu. Kalau nggak operasi saya nggak sehat. Sekarang kembali,” tambahnya.

Meski menghadapi cobaan berat, Kadir berhasil pulih dan kembali ke dunia hiburan, membuktikan kekuatan mental dan keteguhan prinsipnya dalam menjalani hidup.

Karier di Dunia Film

Selain dunia lawak, Doyok dan Kadir juga sukses membintangi banyak film populer sejak tahun 1987. Beberapa film yang mereka bintangi di antaranya Cintaku di Rumah Susun, Kecil-kecil Jadi Pengantin, Kanan Kiri OK, Di Sana Mau Di Sini Mau, Dorce Sok Akrab, Kemesraan, dan Ngebut Kawin pada 2010.

Kadir, yang dikenal dengan karakter logat Madura, sebenarnya berasal dari Kediri. Namun, karena karakter khasnya tersebut, ia sering mendapatkan peran sebagai orang Madura dalam berbagai film dan sinetron. “Tuntutan film dulu (jadi orang Madura). Ada peran Madura, casting, saya masuk. Yang menang saya. Terus dikontrak film terus,” ungkap Kadir, yang memiliki nama asli Mubarak.

Inspirasi dari Kisah Doyok dan Kadir

Kisah Doyok dan Kadir bukan hanya soal popularitas dan kekayaan, tetapi juga tentang keteguhan prinsip dan perjuangan hidup. Mereka membuktikan bahwa kesuksesan di dunia hiburan tidak hanya soal kemampuan melawak, tetapi juga keberanian untuk menentukan batasan dalam bekerja, serta kemampuan menghadapi cobaan hidup dengan kekuatan mental yang luar biasa.

Kisah ini menjadi inspirasi bagi generasi pelawak berikutnya untuk tetap memegang prinsip dan selalu berusaha menghibur masyarakat dengan cara yang relevan dan berkualitas, sembari menghadapi tantangan hidup dengan penuh ketabahan.

+ There are no comments

Add yours