Angka Perceraian di Cilacap Tembus Hampir 6.000 Kasus, Didominasi Gugatan dari Istri

Perceraian

CILACAP Fenomena perceraian di Kabupaten Cilacap kembali mencuri perhatian publik. Berdasarkan data terbaru dari Pengadilan Agama (PA) Cilacap, jumlah perkara perceraian di wilayah ini terus meningkat dan mendekati 6.000 kasus hingga Oktober 2025. Jika dirata-rata, ada sekitar 20 hingga 30 perempuan yang menyandang status janda baru setiap hari.

Humas Pengadilan Agama CilacapAF Maftukhin, menyebutkan bahwa mayoritas kasus perceraian di Cilacap berasal dari cerai gugat, yaitu gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri.

“Kalau cerai gugat itu sudah di atas tiga ribuan, sedangkan cerai talak (yang diajukan suami) baru sekitar seribu sekian mendekati dua ribu,” ujar Maftukhin, Senin (27/10/2025).

Menurutnya, tren perceraian di Cilacap bahkan menempati posisi tertinggi di Jawa Tengah. Dari total perkara yang masuk ke Pengadilan Agama, lebih dari 5.000 merupakan gugatan perceraian, sedangkan ratusan perkara lain berupa permohonan seperti dispensasi nikah.

“Rata-rata ada 500 sampai 600 perkara masuk per bulan. Jadi kalau dihitung, per harinya sekitar 20 sampai 30 perceraian yang diputus,” katanya.

Masalah Ekonomi Jadi Pemicu Utama

Maftukhin menjelaskan, faktor ekonomi masih menjadi penyebab dominan dalam kasus perceraian di Cilacap.

“Kendala ekonomi menjadi pemicu utama pertengkaran suami-istri yang akhirnya berujung pada perceraian,” ungkapnya.

Selain faktor ekonomipihak ketiga dan jarak antar pasangan juga menjadi penyebab yang cukup besar. Banyak warga Cilacap bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran, dengan niat memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Namun, jarak dan komunikasi yang terputus sering berujung pada keretakan hubungan.

“Awalnya untuk memperbaiki ekonomi keluarga, tapi karena tidak ada komunikasi dalam waktu lama, akhirnya justru berujung perceraian,” tutur Maftukhin.

Mediasi Belum Efektif

Pengadilan Agama tetap berupaya melakukan mediasi dalam setiap perkara, namun tingkat keberhasilannya masih rendah.

“Mediasi yang berhasil total, di mana pasangan akhirnya mencabut gugatan, hanya sekitar lima persen,” jelas Maftukhin.

Meski kecil, angka itu menunjukkan adanya sebagian pasangan yang masih berusaha menyelesaikan konflik rumah tangga secara damai. Namun jika tren ini terus berlanjut, Cilacap berpotensi kembali mencatatkan diri sebagai daerah dengan angka perceraian tertinggi di Jawa Tengah.

“Cukup ironis memang, karena yang seharusnya rumah tangga menjadi tempat membangun kebahagiaan, justru banyak yang berakhir di meja persidangan,” tandasnya.

error: Content is protected !!