Kekosongan jabatan perangkat desa kembali menjadi sorotan serius di Kabupaten Wonosobo. Setidaknya 171 posisi di 15 kecamatan hingga kini belum terisi, sebuah kondisi yang dikhawatirkan mengganggu jalannya program-program prioritas pemerintah di tingkat desa. Persoalan ini mencuat setelah anggota DPRD Wonosobo Komisi A, Maarif, menerima audiensi dari perwakilan warga Desa Selomanik dan Desa Lebak, Kecamatan Kaliwiro.
Dalam pertemuan tersebut, warga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Wonosobo segera bertindak untuk mengisi posisi-posisi yang kosong. Kondisi di lapangan sangat memprihatinkan, seperti di Desa Lebak, di mana hanya tersisa dua perangkat desa, yaitu sekretaris desa dan satu kepala dusun.
“Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin bisa melaksanakan program-program prioritas pemerintah, seperti pengembangan BUMDes atau program nasional lainnya,” kata Maarif.
Perbedaan Tafsir Aturan Jadi Penghambat
Namun, upaya rekrutmen menemui jalan buntu. DPRD Wonosobo menyatakan tidak bisa langsung mendorong proses tersebut karena masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum. Menurut Maarif, Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 4 Tahun 2016 tentang pengangkatan perangkat desa yang ada saat ini sudah tidak relevan. Menggunakan aturan lama berisiko keliru jika nantinya ada efisiensi dari pemerintah pusat.
Di sisi lain, Ketua BPD Selomanik, Yudi Setiawan, menilai pemerintah daerah bersikap tidak konsisten. Ia menyebut pihak desa sudah lama memperjuangkan pengisian jabatan, bahkan sudah bertemu dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) pada 2 Juli 2025.
“Waktu itu ibu Kepala Dinsos PMD menegaskan sudah diperbolehkan penjaringan perangkat desa. Namun dalam praktiknya, Desa Selomanik tetap ditolak ketika memproses rekrutmen,” ujar Yudi.
Yudi menjelaskan, perbedaan tafsir muncul antara Undang-Undang (UU) Desa lama (UU Nomor 6 Tahun 2014) dan UU Desa hasil perubahan terbaru tahun 2024. UU lama mewajibkan adanya PP, sedangkan UU terbaru tidak mencantumkan klausul tersebut. Perbedaan inilah yang membuat kebijakan di tingkat daerah menjadi tidak jelas.
Warga Beri Tenggat, Ombudsman Jadi Opsi Terakhir
Melihat ketidakpastian ini, BPD Selomanik memberi batas waktu satu bulan agar DPRD dan Pemkab Wonosobo segera memberikan kepastian. Jika tidak ada respons, mereka akan melaporkan masalah ini ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah.
“Kami berharap tidak sampai ke Ombudsman. Cukup Pemkab segera mengambil sikap tegas agar penjaringan perangkat desa bisa dilaksanakan,” tegas Yudi.
Ia juga menegaskan, surat dari Kementerian Dalam Negeri tertanggal 16 Juli 2024 sudah menjelaskan bahwa UU Desa terbaru tidak disertai peraturan turunan, yang berarti proses rekrutmen seharusnya masih bisa berjalan dengan aturan yang sudah ada.
Langkah DPRD dan Solusi Sementara
Menanggapi desakan ini, Maarif memastikan DPRD akan mengawal aspirasi warga. Komisi A bahkan sudah merekomendasikan Dinsos PMD untuk berkonsultasi dengan pemerintah pusat. Targetnya, rekrutmen harus selesai paling lambat tiga bulan sebelum Pilkades serentak 2026.
Sebagai solusi darurat, Maarif menawarkan opsi pengangkatan admin desa yang dibiayai dana desa. Namun, Maarif menekankan bahwa ini hanya langkah sementara dan tidak boleh disertai janji pengangkatan sebagai perangkat desa definitif.
“Ini hanya langkah darurat. Jalan keluarnya tetap menunggu aturan pusat supaya rekrutmen perangkat desa bisa segera dilaksanakan tanpa melanggar hukum,” pungkas Maarif.