Publik kembali digegerkan dengan sorotan tajam terhadap besaran penghasilan anggota DPRD Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Meskipun gaji pokok mereka tercatat lebih rendah daripada Upah Minimum Kabupaten (UMK), total pendapatan yang diterima setiap bulan bisa mencapai puluhan juta rupiah, berkat beragam tunjangan yang jumlahnya jauh lebih besar.
Gaji Pokok Minim, Tunjangan Selangit
Fakta yang mengejutkan adalah nominal gaji pokok anggota DPRD Banyumas hanya sebesar Rp2.100.000. Angka ini memang berada di bawah UMK Banyumas yang saat ini berada di kisaran Rp2.2 jutaan (sesuai tahun berlaku). Namun, ketika digabungkan dengan berbagai tunjangan, total penerimaan bulanan mereka melonjak drastis.
Berdasarkan peraturan yang mengatur, yaitu PP Nomor 18 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 62 Tahun 2017, berikut rincian tunjangan yang diterima anggota DPRD Banyumas (selain gaji pokok):
- Uang Representasi: Rp2.100.000
- Tambahan Uang Representasi: Rp1.575.000
- Uang Paket: Rp157.000
- Tunjangan Jabatan: Rp2.283.750
- Tunjangan Keluarga: Rp220.000
- Tunjangan Beras: Rp289.000
- Tunjangan Alat Kelengkapan DPRD: Rp91.350
- Tunjangan Reses: Rp2.625.000
- Tunjangan Komunikasi Intensif: Rp10.500.000
Tunjangan Perumahan & Transportasi: Jumbo dan Bertingkat
Selain gaji pokok dan tunjangan rutin di atas, anggota dewan juga menerima tunjangan perumahan dan transportasi yang nominalnya sangat signifikan, diatur dalam Perbup Banyumas Nomor 9 Tahun 2024 (perubahan kelima atas Perbup Nomor 66 Tahun 2017). Besarannya disesuaikan dengan jabatan:
- Tunjangan Perumahan:
- Tunjangan Transportasi:
Masih ada lagi, mereka juga berhak atas biaya perjalanan dinas atau kunjungan kerja (kunja), yang nominalnya bergantung pada lokasi dan durasi kegiatan.
Klarifikasi Ketua DPRD: “Produk Lama, Saya Hanya Meneruskan”
Menanggapi sorotan publik, Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa kebijakan penghasilan tersebut bukanlah keputusan yang dibuat pada masa kepemimpinannya.
“Yang pasti, apa yang diberitakan itu bukan produk saya sebagai Ketua Dewan. Itu produk lama, saya hanya meneruskan,” kata Subagyo melalui sambungan telepon, Minggu (14/09/2025) malam.
Ia menjelaskan bahwa ketentuan pendapatan anggota DPRD sudah tertuang dalam Perbup Nomor 9 Tahun 2024. “Saya jujur saja, bahkan demi Allah saya bersumpah, saya sendiri sebenarnya tidak terlalu paham detail gaji saya. Selama ini saya tidak pernah peduli, yang penting transfer masuk ke rekening. Nah, itu kemudian yang menjadi pemberitaan,” ujarnya.
Subagyo menambahkan, baik tunjangan transportasi maupun perumahan merupakan keputusan yang sudah ada sejak masa bupati sebelumnya. “Saya tegaskan, sampai saat ini saya belum pernah menaikkan tunjangan apapun. Semua yang saya terima adalah berdasarkan keputusan yang sudah ada sebelumnya,” katanya.
Gubernur Jateng: Tidak Ada Kenaikan Tunjangan, Kunjungan Luar Negeri Dihapus
Menanggapi kritik yang berkembang, Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, memberikan sikap tegas. Ia meminta agar tidak ada penambahan tunjangan bagi anggota DPRD di wilayahnya.
“Kita imbau untuk tidak ada kenaikan terkait dengan tunjangan. Itu kita pastikan,” tegas Luthfi seusai rapat koordinasi di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kamis (11/09/2025), seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng.
Gubernur juga memastikan bahwa kebijakan tunjangan untuk kunjungan kerja ke luar negeri bagi anggota dewan sudah dihapus. “Nggak ada, ke luar negeri dihapus,” ujarnya singkat.
Ironi dan Sorotan
Kasus ini kembali menyoroti ironi dalam sistem penghasilan wakil rakyat di daerah. Di satu sisi, gaji pokok yang rendah seolah mencerminkan kesederhanaan, namun di sisi lain, tumpukan tunjangan—terutama tunjangan perumahan, transportasi, dan komunikasi intensif yang nominalnya sangat besar—membuat total pendapatan menjadi jauh di atas rata-rata masyarakat yang diwakilinya. Klarifikasi Ketua DPRD yang mengaku “tidak paham detail” dan menyalahkan kebijakan lama, serta imbauan tegas Gubernur untuk tidak ada kenaikan dan penghapusan kunjungan luar negeri, menunjukkan bahwa isi ini tetap menjadi pemicu perdebatan publik tentang rasionalitas dan akuntabilitas penggunaan anggaran daerah.