Di tengah hiruk-pikuk polemik kenaikan tunjangan pejabat di tingkat nasional, sebuah kebijakan serupa rupanya telah lebih dulu disahkan di tingkat daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wonosobo bersama Bupati, pada awal tahun 2025, resmi mengesahkan Peraturan Bupati (Perbup) Wonosobo Nomor 1 Tahun 2025. Regulasi ini secara signifikan menaikkan besaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi anggota DPRD, sebuah langkah yang kini mulai memantik pertanyaan publik.
Kenaikan Tunjangan yang Cukup Signifikan
Berdasarkan beleid terbaru ini, tunjangan perumahan anggota DPRD mengalami lonjakan yang cukup tajam:
- Ketua DPRD: Rp33.000.000 per bulan
- Wakil Ketua DPRD: Rp26.500.000 per bulan
- Anggota DPRD: Rp16.500.000 per bulan
Selain itu, tunjangan transportasi untuk setiap anggota juga mengalami kenaikan, ditetapkan sebesar Rp12.700.000 per bulan.
Kenaikan ini menjadi sorotan utama karena perbedaan yang mencolok jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yaitu Perbup Wonosobo Nomor 69 Tahun 2020. Saat itu, tunjangan perumahan Ketua DPRD hanya sebesar Rp20 juta, Wakil Ketua Rp17 juta, dan Anggota Rp11 juta. Sementara tunjangan transportasi dipatok di angka Rp11.500.000.
Secara persentase, kenaikan ini sangat substansial. Tunjangan perumahan untuk Ketua DPRD naik hingga 65%, Wakil Ketua 56%, dan Anggota 50%. Di sisi lain, tunjangan transportasi naik sebesar 10% secara merata.
Minimnya Transparansi dan Sorotan Publik
Meskipun Perbup ini telah berlaku sejak awal 2025, pembahasannya seakan luput dari perhatian masyarakat umum. Kenaikan ini baru mengemuka dan menjadi perbincangan saat isu serupa ramai diperdebatkan di tingkat nasional. Kondisi ini berpotensi memicu respons kritis, terutama karena kebijakan tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Wonosobo. Banyak pihak merasa bahwa tidak ada transparansi, informasi, atau edukasi yang memadai mengenai kenaikan tunjangan ini.
Masyarakat kini mempertanyakan, apakah kenaikan yang begitu tajam ini benar-benar sejalan dengan kebutuhan dan kinerja legislatif? Serta, apakah kebijakan ini sudah sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat Wonosobo saat ini?
Meski sah secara hukum, kenaikan ini menuntut pembuktian konkret. DPRD dan pemerintah daerah Wonosobo kini berada di bawah tekanan untuk menunjukkan peningkatan kinerja dan pelayanan publik yang nyata. Tanpa pembuktian tersebut, kebijakan ini berisiko dicap sebagai simbol kemewahan politik lokal, alih-alih sebagai insentif untuk kerja yang lebih baik.