Enam desa di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mengalami krisis air bersih selama sebulan terakhir akibat musim kemarau yang melanda tahun 2024. Staf Humas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ngawi, Yuda Herlambang, menyatakan bahwa kekeringan di wilayah tersebut selain disebabkan oleh musim kemarau, juga diperparah oleh banyaknya sumur sibel.
Menurut Yuda, sumur sibel yang digunakan untuk irigasi sawah mengurangi pasokan air bagi sumur milik warga. Ditambah lagi, banyak pemukiman warga yang terletak di kawasan gunung kapur, sehingga semakin sulit untuk mendapatkan air bersih. “Pada tahun 2023, ada 34 desa yang mengalami kekeringan. Namun, pada 2024, dari hasil pemetaan BPBD, hanya 23 desa yang berpotensi mengalami kekeringan, berkat adanya program Pamsimas, sumur bor, dan sumur resapan,” jelas Yuda saat ditemui di kantornya pada Rabu (11/9/2024).
Untuk mengatasi krisis ini, BPBD Kabupaten Ngawi telah melakukan upaya penyaluran air bersih ke desa-desa yang terdampak. “Kami melakukan droping air bersih dua kali seminggu ke setiap desa,” tambah Yuda. Sepanjang Agustus 2024, BPBD telah mendistribusikan sekitar 30.000 liter air bersih untuk kebutuhan minum dan memasak di masing-masing desa.
Yuda juga menyoroti bahwa Desa Jagir menjadi salah satu desa yang terdampak parah, terutama akibat banyaknya sumur sibel yang ditanam di sawah-sawah sekitar. Akibatnya, pasokan air untuk kebutuhan konsumsi masyarakat menjadi sangat terbatas.
BPBD Kabupaten Ngawi memetakan bahwa pada tahun 2024, ada 23 desa yang berpotensi mengalami kekeringan, turun dari 34 desa pada tahun 2023. Penurunan jumlah desa yang terdampak ini dikarenakan adanya upaya peningkatan fasilitas air bersih melalui pembangunan sumur bor dan sumur resapan di masyarakat.
Sementara itu, berdasarkan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau di Ngawi diperkirakan akan terjadi hingga akhir September 2024.