Rejo Arianto, Seniman di Balik Tugu Biawak Viral Wonosobo: Dari Utang hingga Jadi Ikon Nasional

Rejo Arianto, Seniman di Balik Tugu Biawak Viral Wonosobo: Dari Utang hingga Jadi Ikon Nasional

Di tengah riuh pujian warganet atas Tugu Biawak yang berdiri gagah dan super realistis di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, muncul satu nama yang mencuat jadi sorotan: Rejo Arianto. Dialah seniman lokal di balik patung biawak yang kini viral dan jadi ikon baru di Jalan Nasional Banjarnegara–Wonosobo.

Namun, di balik kemegahan patung itu, tersembunyi kisah perjuangan seorang seniman desa yang tak menyerah pada keterbatasan.


Bermula dari Tekad, Bukan Dana

Dalam sebuah wawancara, Rejo Arianto mengungkap bahwa proses menciptakan Tugu Biawak tidak diawali dengan dana, melainkan niat dan tekad. Bahkan sebelum ada anggaran resmi, ia terpaksa berutang demi memulai pengerjaan.

“Berapa nominalnya, saya rasa tidak etis disebutkan. Tapi saat itu belum ada dana, saya tetap mulai saja, sambil berdoa,” ungkapnya.

Bagi Rejo, menjadi seniman bukan soal angka. Bahkan jika hanya diberi Rp5 juta, ia akan tetap berkarya. Namun jika dipercaya dengan anggaran besar seperti Rp1 miliar, ia siap membangun karya di empat penjuru mata angin.


Bukan Soal Uang, Tapi Soal Jiwa Karya

Di tengah banyaknya perbandingan dengan proyek-proyek tugu lain yang menghabiskan dana hingga miliaran rupiah, Rejo justru merespons dengan santai. Ia tak silau oleh angka.

“Yang penting bukan besar kecilnya dana, tapi apakah karya itu punya ‘roh’ atau tidak,” tegas lulusan Seni Rupa ISI Solo ini.


Pelihara Biawak Demi Akurasi

Untuk menciptakan patung yang benar-benar hidup, Rejo bahkan mengambil langkah yang tak biasa: memelihara biawak asli.

Langkah ini ia ambil demi memahami langsung anatomi, gerak tubuh, hingga karakter hewan tersebut. Hasilnya? Patung biawak terlihat sangat realistis, hingga membuat pengendara kaget karena mengira itu hewan sungguhan.

“Saya pelihara biawak sendiri supaya bisa mengamati langsung. Saya ingin patung ini terasa hidup,” jelasnya.


Dari Pelukis ke Pematung

Meski kini dikenal sebagai pematung, Rejo Arianto sebenarnya berangkat dari dunia lukis. Karya-karyanya sudah menghiasi berbagai tempat, termasuk rumah dinas Bupati Wonosobo.

Patung biawak ini merupakan karya tiga dimensi ketiganya, sekaligus patung publik pertama yang ia buat untuk daerah asalnya.

“Kalau patung, ini yang ketiga. Tapi untuk publik dan untuk Wonosobo, ini yang pertama. Saya sangat bangga,” katanya.


Pesan untuk Pemda: Bangun Secukupnya Saja

Saking cintanya pada daerahnya, Rejo bahkan menyampaikan pesan khusus kepada Bupati agar tidak perlu membangun dengan anggaran besar.

“Saya sempat bilang ke Pak Bupati, ‘Pak, nanti kalau bangun apa-apa jangan besar-besar, secukupnya saja.’ Karena yang penting niatnya, bukan biayanya,” tutur Rejo.


Simbol Semangat dari Desa

Tugu Biawak bukan sekadar karya seni. Ia adalah simbol keberanian, ketulusan, dan cinta pada tempat asal. Dari seorang seniman desa yang berani berutang demi idealisme, lahirlah monumen yang bukan hanya memukau mata, tapi juga menyentuh hati.

Rejo Arianto telah membuktikan: karya besar tak harus lahir dari tempat besar. Cukup dari jiwa yang besar, dan ketekunan yang tak gentar pada batas.

Tugu Biawak adalah pengingat: karya seni sejati bukan tentang dana—tapi tentang dedikasi.

error: Content is protected !!