Tugu Biawak Wonosobo: Simbol Kebanggaan dari Dana Desa Rp50 Juta yang Bikin Heboh Netizen

Tugu Biawak Wonosobo: Simbol Kebanggaan dari Dana Desa Rp50 Juta yang Bikin Heboh Netizen

Siapa sangka, seekor biawak bisa berubah jadi simbol kebanggaan lokal sekaligus tamparan halus buat proyek-proyek pemerintah yang “mahal tapi ngenes”?

Itulah yang terjadi dengan Tugu Biawak di Desa Krasak, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, yang baru-baru ini viral di media sosial. Bukan karena desain nyeleneh atau anggaran fantastis, tapi justru sebaliknya: desain realistis dengan anggaran super efisien—hanya Rp50 juta!


Tugu Realistis, Dana Minimalis

Berdiri di pinggir Jalan Raya Nasional Ajibarang–Secang, dekat Jembatan Krasak, patung biawak ini sukses mencuri perhatian siapa pun yang melintas. Dengan detail sisik, ekspresi, hingga postur tubuh yang nyaris menyerupai aslinya, banyak orang mengira ini hewan sungguhan.

Lebih dari sekadar estetika, tugu ini punya nilai historis. Warga setempat memang mengenal kawasan ini sebagai habitat biawak. Bahkan, Jembatan Krasak kerap disebut warga sebagai “Jembatan Biawak”.

Dengan dana dari Dana Desa, tugu ini hadir bukan hanya sebagai penghias jalan, tapi juga penguat identitas lokal.


Viral Karena Keren, Bukan Karena Kontroversi

Tugu ini mulai ramai dibicarakan sejak unggahan akun X (dulu Twitter) @heraloebss pada Senin, 21 April 2025. Ia menyoroti betapa kerennya patung biawak itu—terutama karena dibuat hanya dengan Rp50 juta.

Netizen langsung merespons. Banyak yang memuji keefisienan dana desa, ada juga yang membandingkannya dengan tugu-tugu lain yang mahal tapi hasilnya… ya, bikin geleng kepala.


Proyek-Proyek “Wah” Tapi Hasilnya “Meh”

Viralnya Tugu Biawak otomatis mengangkat kembali perbincangan soal pengelolaan dana publik, terutama proyek pembangunan ikon daerah. Berikut beberapa yang jadi bahan perbandingan:

  • Tugu Penyu Sukabumi – Rp15,6 miliar.
    Sayangnya, patung ini malah dikritik karena terbuat dari kardus dan bambu, mudah rusak, dan akhirnya diminta untuk diaudit.

  • Tugu Pesut Samarinda – Rp1,1 miliar.
    Dimaksudkan sebagai ikon Pesut Mahakam, tapi bentuknya begitu abstrak hingga banyak yang menyebutnya mirip setrika uap.

  • Tugu Gajah Gresik – Rp1 miliar.
    Wujudnya dianggap jauh dari bentuk gajah asli. Alih-alih jadi ikon, malah viral sebagai meme.

Dengan perbandingan seperti ini, Tugu Biawak tampil sebagai bukti bahwa niat baik dan eksekusi cermat jauh lebih berarti daripada anggaran besar tanpa arah.


Kreativitas dan Transparansi = Kunci

Banyak yang menyebut Tugu Biawak sebagai contoh pengelolaan dana publik yang transparan dan efektif. Bukan cuma jadi spot foto kekinian, tapi juga pemicu diskusi nasional soal bagaimana seharusnya anggaran digunakan.

Lebih penting lagi, proyek ini terasa dekat dengan warga—mengangkat sejarah lokal, dibangun dengan semangat kolektif, dan hadir sebagai sesuatu yang benar-benar mewakili desa.


Penutup: Dari Biawak, Kita Belajar

Di tengah banyaknya proyek yang viral karena anggaran janggal atau desain absurdTugu Biawak dari Wonosobo hadir membawa angin segar.

Desain bagus. Biaya masuk akal. Relevan dengan budaya lokal. Disukai masyarakat.

Apa lagi yang kurang?

Tugu ini adalah bukti bahwa kualitas tidak harus datang dengan harga fantastis. Kadang, cukup dengan Rp50 juta dan niat tulus, hasilnya bisa jauh lebih menginspirasi—bahkan lebih membanggakan dari proyek miliaran.

Tugu Biawak bukan hanya patung. Ia adalah pesan keras dalam bentuk lembut: bahwa pengelolaan dana publik bisa keren, bisa efisien, dan bisa bikin semua orang bangga—asal dikerjakan dengan hati, bukan sekadar formalitas.

error: Content is protected !!